Jelajahin.com – Selain keindahan alamnya, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga terkenal dengan kerajinan tangan khasnya, yaitu kain tenun, yang menjadi incaran wisatawan. Salah satu desa pengrajin tenun yang terkenal di NTT adalah Desa Nuamuri, Kelurahan Mbuli Lo’o, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende.
Jelahahin.com berkesempatan untuk mengunjungi Desa Nuamuri dan melihat langsung pembuatan kain tenun tersebut. Proses pembuatan kain tenun dengan pewarna alami ternyata bisa memakan waktu berbulan-bulan.
“Pengerjaan kain tenun dengan menggunakan pewarna alami bisa memakan waktu tujuh bulan karena dibarengi dengan kegiatan kami lainnya. Namun, jika menggunakan pewarna buatan, waktu pengerjaannya hanya akan memakan waktu sekitar dua bulan,” ujar Mensi, salah satu penenun di Desa Nuamuri.
Kain tenun umumnya memiliki panjang sekitar tiga meter dan lebar 78 sentimeter. Lamanya proses pembuatan kain tenun juga dipengaruhi oleh kerumitan motif yang dibuat.
Proses pembuatan kain tenun dengan pewarna alami ternyata bisa memakan waktu berbulan-bulan.
“Motif kain tenun bermacam-macam. Semakin rumit motifnya, semakin lama proses pembuatannya, terutama jika menggunakan pewarna alami,” terang Mensi.
Pewarna alami yang digunakan antara lain adalah kemiri, jahe, sirih, cabai rawit, dan garam. Proses pembuatan kain tenun dimulai dengan memintal benang dari kapuk, kemudian benang tersebut direntangkan untuk membuat motif. Setelah motif selesai dibuat, benang direndam dalam air, lalu dicelupkan ke dalam pewarna alami.
“Setelah mencapai warna yang diinginkan, benang yang sudah bermotif direndam selama tiga hari. Kemudian, benang tersebut dijadikan kaku dengan merebusnya dalam biji asam yang kental,” jelas Mensi.
Setelah semua proses tersebut selesai, barulah benang tersebut dapat ditenun. Karena prosesnya yang rumit dan memakan waktu lama, kain tenun dijual dengan harga yang mencapai jutaan rupiah.
Salah satu kain tenun yang ditunjukkan memiliki warna dasar hitam dengan motif oklag kemerahan. Kain tersebut bertuliskan ine pare atau ibu padi, yang merupakan mitologi asal mula padi yang diyakini oleh masyarakat Lio, serta gambar aneka jenis binatang.
“Harga kain tenun mulai dari Rp 3,5 juta, dan yang lebih mahal bisa mencapai Rp 5 juta ke atas. Hal ini disebabkan oleh benang yang dipintal dari kapuk dan pewarna alami yang memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mendapatkan hasil yang sempurna,” pungkas Mensi.
Kain tenun NTT bukan hanya sekedar kain, tetapi juga merupakan simbol budaya dan tradisi yang kaya, menjadikannya sebagai salah satu buah tangan yang wajib dibawa pulang oleh wisatawan yang berkunjung ke NTT.
Balas
View Comments