Jelajahin.com, Jakarta – Selain memiliki sumber kekayaan dan keindahan alam yang melimpah, Papua juga dikenal sebagai daerah yang memiliki tradisi dan budaya yang beragam. Terlebih, setiap suku di papua juga memiliki tradisi yang berbeda-beda dan menyimpan makna mendalam di setiap upacara pelaksanaanya. Salah satu tradisi yang kerap dilakukan masyarakat di Papua adalah Mansorandak.
Wujud syukur
Mansorandak atau tradisi injak piring yang sudah dilakukan secara turun-temurun oleh Suku Biak, Teluk Doreri, Manokwari, Papua Barat. Di mana, tradisi Mansorandak dilakukan dalam rangka menyambut kembali anggota keluarga dari rantau atau daerah luar papua yang jauh dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, Mansorandak juga digelar untuk tamu atau pembesar yang baru pertama kali datang ke suatu tempat.
Tujuan dilakukannya tradisi Mansorandak adalah untuk menunjukan rasa gembira atau wujud syukur atas kepulangan anggota keluarga. Bahkan, tradisi tersebut juga dipercaya dapat membersihkan orang tersebut dari roh-roh jahat yang berasal dari daerah rantau.
Tradisi Mansorandak dilakukan dalam rangka menyambut kembali anggota keluarga dari rantau atau daerah luar papua yang jauh dalam jangka waktu yang lama.
Untuk tempat pelaksanaan, biasanya akan disesuaikan dengan transportasi yang digunakan. Sebagai contoh, jika orang tersebut menggunakan transportasi laut, maka akan disiapkan upacara Mansorandak di pelabuhan laut. Demikian pula jika melalui darat dan udara.
Sedangkan, jika yang dijemput masih anak-anak, maka anak tersebut akan langsung digendong oleh kerabatnya menggunakan kain gendong yang sudah disiapkan. Selanjutnya, pesta akan diadakan di rumah dengan menyiapkan aneka makanan yang digantung dengan tali.
Adapun makanan yang disiapkan adalah ketupat (ketupat dengan ayam), pisang, tebu, pinang sirih, dan lainnya. Selain itu, juga disiapkan wonggor (buaya) yang terbuat dari pasir putih. Buaya digunakan sebagai simbol bahwa orang yang baru datang itu telah melewati rintangan tanjung dan lautan yang luas. Selain itu, buaya juga dipilih karena dianggap sebagai raja laut. Tidak hanya buaya, ada juga pasir yang dibentuk menyerupai tuturuga atau penyu.
Lalu, terdapat pula piring-piring besar sebanyak sembilan buah yang diletakkan dalam bentuk barisan memanjang di depan pintu rumah. Di mana, Angka Sembilan sendiri melambangkan sembilan marga suku Doreri di Manokwari.
Prosesi
Dalam hal pelaksanaannya, tradisi Mansorandak dimulai dengan prosesi mandi kembang berbagai rupa di atas piring adat. Selanjutnya, sang perantau atau tamu kehormatan akan masuk ke sebuah ruangan khusus di dalam rumah bersama dengan keluarga besarnya dan harus mengitari sembilan piring adat sebanyak sembilan kali putaran.
Selesai putaran pertama, kaki orang itu akan dibasuh oleh tetua adat yang memandu acara. Prosesi pembasuhan kaki tersebut berlangsung pada setiap putaran hingga putaran kesembilan.
Setelah putaran kesembilan dan pembasuhan kaki yang kesembilan berakhir, sembilan piring tersebut kemudian dipindahkan dan selanjutnya orang tersebut akan menginjak kepala buaya dan penyu yang terbuat dari pasir putih hingga hancur sebagai lambang tantangan, penderitaan dan cobaan hidup yang akan menyertai jalan hidup sang perantau. Setelah itu, prosesi Mansorandak akan diakhiri dengan kegiatan makan bersama.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Iki Palek Papua
Dari tradisi Mansorandak menggambarkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Papua yang menghargai kebersamaan dan penghormatan, dan keindahan hubungan manusia dengan alam. Tidak hanya itu saja, ritual tersebut pun tidak hanya sekadar penyambutan semata, tetapi juga menjadi pengingat tentang pentingnya menjaga keharmonisan, baik secara spiritual maupun sosial.
Ikuti juga info kuliner dan wisata Jelajahin.com lainnya di TikTok.
Balas
View Comments