Jelajahin.com, Jakarta – Sebagai provinsi yang berada di paling Barat Indonesia, Aceh memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang sarat akan makna. Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah tradisi tolak bala atau yang lebih dikenal dengan sebutan Uroe Tulak Bala. Di mana, Uroe Tulak Bala merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Aceh khususnya Aceh Barat dan Aceh Selatan untuk mengusir bala atau malapetaka serta memohon keselamatan dan keberkahan dari Allah SWT.
Uroe Tulak Bala merupakan sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat Aceh khususnya Aceh Barat dan Aceh Selatan untuk mengusir bala atau malapetaka serta memohon keselamatan dan keberkahan dari Allah SWT.
Tradisi tersebut biasanya dilakukan pada saat-saat tertentu seperti setelah terjadi bencana alam, wabah penyakit, atau ketika masyarakat merasa ada ancaman yang mengintai. Oleh karena itu, tradisi Uroe Tulak Bala juga bertujuan untuk membersihkan kampung dari hal-hal negatif.
Bulan Safar
Berdasarkan beberapa sumber, tradisi tersebut dilaksanakan pada akhir bulan Safar kalender Hijriyah dengan tujuan untuk menolak bala atau musibah. Di mana pada bulan tersebut, masyarakat percaya bahwa Allah SWT menurunkan bala atau musibah ke dunia.
Selain itu, pada akhir bulan safar tersebut Nabi Muhammad SAW mulai jatuh sakit dan tidak lama kemudian pada bulan ketiga pada tahun itu beliau wafat. Maka, sebagian masyarakat Aceh mulai menetapkan bahwa bulan safar adalah bulan yang berbahaya dan untuk meminta perlindungan Allah maka terciptanya tradisi Uroe Tulak Bala.
Berbekal kepercayaan tersebut, masyarakat Aceh merasa perlu melaksanakan ritual untuk meminta perlindungan dari Allah SWT dari musibah yang mungkin akan terjadi. Sehingga tradisi Uroe Tulak Bala bisa menjadi solusi untuk mengatasi ketakutan dan meminta keselamatam bagi masyarakat Aceh.
Akan tetapi, tradisi tersebut hanya berkembang di wilayah Aceh Barat dan Selatan serta masih tetap bertahan hingga saat ini. Daerah yang kerap melaksanakan tradisi tersebut dimulai dari Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Singkil.
Pelaksanaan
Awalnya, upacara Uroe Tulak Bala dilakukan dengan menghias sampan dengan kembang tujuh rupa, dan membakar kemenyan. Bahkan, di dalam sampan atau kapal biasanya sudah tertata rapi beragam lauk pauk beserta kepala kerbau yang kemudian persembahan tersebut dibuang ke sungai atau laut dengan maksud terlepas dari bala atau musibah.
Karena dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam, kini warga Aceh melaksanakan tradisi tersebut dengan cara doa, zikir, dan membaca selawat untuk menolak bala yang dipimpin oleh ustaz atau teungku (pemangku adat).
Baca Juga: Perjalanan Sejarah Si Ikan Kayu
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tradisi tersebut telah mengalami perubahan. Selain doa, kegiatan di pantai tersebut menjadi ajang rekreasi dan hiburan bagi keluarga. Namun, aspek religius dari upacara Uroe Tulak Bala tetap dipertahankan dan menjadi ajang untuk berkumpul dan bersenang-senang bersama sanak keluarga.
Ikuti juga info kuliner dan wisata Jelajahin.com lainnya di TikTok.
Balas
View Comments