Memetik Kebaikan dari Tradisi Nyadran

Bagi masyarakat Suku Tengger, puncak perayaan Hari Raya Karo terletak pada digelarnya Nyadran yang dilakukan dengan cara tabur bunga di makam leluhur.

Foto: Istimewa

Jelajahin.com, Jakarta – Bagi masyakarat di Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim), Hari Raya Karo atau Yadnya Karo merupakan hari raya yang diperingati oleh masyarakat Suku Tengger sebagai lambang asal mula manusia. Di mana, hari raya tahun ini jatuh pada tanggal 15 bulan Karo dalam kalender Saka.

Bagi masyarakat Suku Tengger, puncak perayaan Hari Raya Karo terletak pada digelarnya tradisi atau upacara Nyadran dengan penuh khidmat. Maka, perayaan Nyadran tersebut menjadi momen dan ajang penting bagi warga Tengger untuk mempererat hubungan spiritual dengan leluhur mereka.

Puncak perayaan Hari Raya Karo terletak pada digelarnya tradisi atau upacara Nyadran dengan penuh khidmat.

Lantas, apa yang dimaksud dengan Nyadran dan nilai penting apa saja yang terkandung dalam tradisi tersebut? Berikut Jelajahin.com akan membagikan untuk Anda.

Penghormatan leluhur

Tradisi Nyadran atau tabur bunga merupakan bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Raya Karo. Umumnya, tradisi tersebut dimulai dengan warga berbondong-bondong menuju makam leluhur mereka.

Dengan membawa bunga dan sesajen, masyarakat Suku Tengger berjalan kaki ke area pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan para pendahulu atau leluhur mereka. Setibanya di makam, mereka akan melakukan tabur bunga sebagai simbol penghormatan terhadap para leluhur, sekaligus sebagai wujud syukur atas kehidupan yang mereka jalani.

Prosesi tabur bunga tersebut bukan sekadar ritual biasa, melainkan manifestasi dari keyakinan kuat masyarakat Suku Tengger akan pentingnya menghormati leluhur. Mereka percaya bahwa roh-roh leluhur berperan dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan keluarga dan desa. Dengan memanjatkan doa di makam leluhur, mereka berharap mendapatkan restu dan perlindungan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Upacara Nyadran dipimpin oleh dukun adat setempat yaitu Romo Dukun (pemimpin adat setempat). Mereka merupakan figur penting dalam masyarakat Suku Tengger, yang memegang peranan sebagai penjaga tradisi dan penghubung spiritual antara warga dan leluhur mereka. Dalam prosesi Nyadran, para dukun adat memanjatkan doa-doa khusus untuk memohon berkah dan keselamatan bagi seluruh anggota komunitas.

Nilai kebaikan

Masyarakat Suku Tengger memercayai bahwa ritual Nyadran tidak hanya memiliki nilai spiritual semata, namun Nyadran juga memiliki nilai sosial yang sangat penting bagi Suku Tengger. Tradisi tersebut tidak hanya mempererat hubungan antarwarga, tetapi juga menjadi momen untuk memperkuat ikatan antar generasi. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa terlihat membaur dan ikut serta dalam prosesi tersebut untuk belajar tentang pentingnya menghormati tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan oleh leluhur.

Selain itu, Nyadran juga menjadi sarana bagi Suku Tengger untuk menjaga keberlanjutan tradisi mereka. Meski zaman terus berkembang, masyarakat Tengger tetap teguh memelihara warisan budaya mereka. Nilai-nilai seperti rasa syukur, penghormatan kepada leluhur, dan kebersamaan terus ditanamkan dalam setiap generasi, sehingga tradisi ini tetap lestari.

Bagi Suku Tengger, tradisi Nyadran bukan sekadar ritual tahunan, tetapi juga cerminan dari identitas mereka sebagai masyarakat yang menjaga keseimbangan antara kehidupan spiritual dan sosial.

Dengan semaraknya acara tersebut, masyarakat ingin menunjukkan bahwa tradisi Nyadran bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga bagian penting dari kehidupan mereka saat ini dan di masa depan.

Baca Juga: Mengenal Hari Raya Karo Suku Tengger

Tidak hanya itu saja, nilai gotong royong dan persatuan masyarakat pun sangat jelas terasa di upacara Nyadran. Di mana, masyarakat setempat saling bahu-membahu berpartisipasi dan penuh antusias dalam melaksanakan serta menyukseskan tradisi Nyadran dengan penuh khidmat.

Ikuti juga info kuliner dan wisata Jelajahin.com lainnya di TikTok.