3 Tradisi Pemakaman Unik Nusantara

Tidak hanya menyambut sebuah kelahiran generasi baru, acara pemakaman pun terdapat tradisi unik di beberapa daerah. Lantas, daerah mana saja yang dimaksud?

Foto: Istimewa

Jelajahin.com, Jakarta – Selain mengedepankan keindahan alam yang memukau, Indonesia juga dianugerahi keragaman budaya dan tradisi yang menjadi daya tarik wisata tersendiri bagi wisatawan. Tidak hanya menyambut sebuah kelahiran generasi baru, acara pemakaman pun terdapat tradisi unik di beberapa daerah. Hal tersebut dikarenakan kepada kepercayaan serta tradisi turun-temurun dari para leluhur yang masih dijaga hingga sekarang. Terlebih, mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir tidak hanya prosesi biasa, namun terdapat nilai filosofi dan makna yang mendalam.

Lantas, daerah mana saja yang memiliki tradisi pemakaman unik? Berikut Jelajahin.com akan membagikannya untuk Anda.

Ngaben (Bali)

Mendengar kata Ngaben, tentu saja kita akan langsung mengingat tradisi tersebut berasal dari Pulau Dewata atau Bali. Di mana, tradisi tersebut merupakan upacara kremasi berdasarkan ajaran Hindu Bali. Tradisi tersebut memiliki makna sebagai pelepasan roh atau atman yang dibebaskan dari ikatan dunia material dan dapat menyatu dengan Ida Sang Hyang Widhi.

Namun, untuk melakukan hal tersebut ada beberapa upacara adat yang harus digelar. Salah satunya dengan membangun lembu kayu sebagai tempat jenazah prosesi Ngaben. Pada puncak prosesi Ngaben adalah ngeseng sawa (pembakaran jenazah). Lembu kayu tersebut juga turut dibakar dengan tujuan untuk “membingungkan” arwah agar tidak kembali ke dunia. Setelah proses pembakaran jenazah selesai, dilanjut dengan prosesi Nganyut, yakni menghanyutkan abu jenazah ke laut. Sebagai simbolis bersatunya kembali jiwa dengan alam.

Tiwah (Kalimantan Tengah)

Ritual Tiwah biasanya dilaksanakan ketika seseorang yang masih menganut keyakinan Kaharingan dalam Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah (Kalteng). Upacara tersebut terdiri dari beberapa tahap. Tahap pertama adalah pengumpulan tulang belulang orang yang akan ditiwahkan. Biasanya, jasad yang akan dilakukan ritual Tiwah berusia 7-10 tahun karena yang diperlukan adalah tulang-belulang orang yang telah meninggal.

Setelah itu, upacara tersebut berlangsung selama tiga hari hingga satu bulan. Prosesi dimulai dengan membuat Sandung Rahung untuk menyimpan tulang. Kemudian dilanjutkan dengan menyiapkan kerbau yang diikat di dekat Sandung Rahung.

Baca Juga: Prosesi Mengantar Roh Suku Dayak Ngaju

Di akhir ritual, arwah dipercaya akan melakukan perjalanan menuju Lewu Liaw, sambil diiringi prosesi pengurbanan kerbau dengan cara ditombak dan diakhiri dengan meletakkan tulang belulang dalam kain merah dan disimpan di Sandung Rahung.

Bagi Suku Dayak Ngaju sendiri, ritual Tiwah merupakan kewajiban moral dan sosial, karena mereka percaya bahwa jika Liau tidak diantarkan melalui Tiwah, maka arwah akan terjebak di dunia dan tidak bisa mencapai surga

Rambu Solo (Sulawesi Selatan)

Tradisi pemakaman selanjutnya berasal dari Sulawesi Selatan (Sulsel) atau tepatnya di Tana Toraja. Bagi masyarakat suku Toraja, tradisi Rambu Solo sebagai penyempurna kematian, serta sebagai bentuk penghormatan dan mengantarkan arwah menuju alam roh.

Namun, tradisi pemakaman Rambu Solo ini harus melewati proses upacara adat yang cukup panjang. Salah satunya adalah keluarga harus melakukan kurban hewan, seperti babi maupun kerbau. Menariknya, tidak hanya 1-2 hewan saja, tapi bisa mencapai puluhan hingga ratusan hewan yang dikurbankan tergantung dari strata sosial jenazah.

Maka, tak heran jika upacara tersebut bisa digelar selama 3-7 hari berturut-turut. Setelah upacara adat selesai, jenazah baru boleh “dikubur” di tebing batu tinggi atau disebut Lemo. Masyarakat suku Toraja percaya, jika tradisi Rambu Solo dapat mengantarkan arwah lebih cepat ke Puya atau surga.

Ikuti juga info kuliner dan wisata Jelajahin.com lainnya di TikTok.