Legenda di Lengkung Jembatan Otista

Kota Hujan memiliki magnet tersendiri di hati pelancong lokal maupun manca negara yang seakan tiada habisnya untuk dijelajahi. Di penghujung tahun 2023 Pemerintah Kota Bogor telah merampungkan program revitalisasi Jembatan Otista yang berlangsung selama tujuh bulan dan kini sudah beroperasi kembali. Pembongkaran jembatan yang melintasi sungai ini bertujuan untuk mengganti ke struktur baru agar lebih kokoh dan lebar.

Dalam pengerjaan konstruksi baru ini tidak semua struktur jembatan lama dirobohkan. Ada satu bagian struktur yang tetap dipertahankan keasliannya, yakni lengkung penyangga Jembatan Otista. Lengkungan berbahan baja itu dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda pada 1920 dan hingga sekarang tetap berdiri kokoh sejak awal pertama kali jembatan ini dibuat.

Kokohnya struktur lengkung Jembatan Otista di tepi sungai yang membelah Kota Bogor menjadi saksi peninggalan Belanda sejak seabad silam

Atas pertimbangan nilai sejarah ini Pemerintah Kota Bogor tetap mempertahankan lengkungan jembatan. Adapun penyelesaian pembangunan pondasi baru dan badan jembatan yang lebih luas mendesak dilakukan  mengingat begitu strategisnya fungsi jembatan ini dalam menyokong kelancaran arus lalu lintas di kota yang belakangan mendapat sebutan Kota Sejuta Angkot.

Pada 1970, jembatan yang lokasinya berdekatan dengan Tugu Kujang ini sudah pernah mengalami pelebaran. Namun seiring pertumbuhan penduduk dan dinamika pembangunan memasuki era 1990-an jembatan bersejarah ini sudah tidak mampu menampung tingginya volume kendaraan sehingga menjadi salah satu sumber kemacetan.

Wisata sejarah dan edukasi

Jembatan Otista yang dibangun sejak zaman penjajahan Belanda memiliki keistimewaan dengan ciri khas struktur fondasi lengkung di bagian bawah untuk memperkokoh daya dukung terhadap kapasitas beban yang bisa ditampung. Setelah revitalisasi rampung dan kembali dibuka untuk umum, jembatan yang membentang di di Jalan Otto Iskandar Dinata ini menjadi lebih lebar dengan dominasi cat warna putih yang terang. Lebar jembatan sekarang menjadi 10,7 meter dari awalnya hanya 5,5 meter. Ruas penampang jembatan yang sebelumnya hanya terdiri dari dua lajur sekarang menjadi empat lajur. Pejalan kaki yang ingin menikmati keindahan kota sambil jalan santai atau lari-lari kecil dapat menepi ke pedestrian yang sengaja dibangun dengan posisi agak naik ke atas.

Bagi yang ingin melihat jejak sejarah berupa konstruksi peninggalan Belanda, tersedia tangga untuk turun ke bawah jalan seraya menyusuri tepi sungai sambil mengabadikan foto di depan lengkung jembatan. Keberadaannya tetap dipertahankan sebagai obyek wisata sejarah sekaligus juga edukasi di bidang teknik konstruksi. Lengkung ini berdiri terpisah sehingga tidak membebani atau dibebani oleh jembatan yang baru. Wilujeng sumping!