Kabupaten Kuningan, Jawa Barat (Jabar), tidak hanya terkenal dengan keindahan alam dan tempat wisata semata. Akan tetapi, kabupaten tersebut juga menyimpan perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia yaitu Museum Perundingan Linggarjati.
Berada di Jalan Linggasana Nomor 74, Linggasana, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Museum Perundingan Linggarjati memiliki luas 1052 meter persegi dengan luas area mencapai 2,4 hektare. Saat ini difungsikan sebagai objek wisata dengan pengelolaan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan dan merupakan tempat pertemuan penting antara perwakilan Indonesia dan Belanda dalam rangka Perjanjian Linggarjati.
Sejarah museum
Dikutip dari berbagai sumber, sebelum dikenal sebagai museum seperti sekarang, tempat tersebut memiliki sejarah kepemilikan dan pemanfaatan yang begitu panjang oleh pihak Belanda.
Pada tahun 1918, awalnya museum ini merupakan sebuah gubuk milik ibu Jasitem yang kemudian dirombak menjadi rumah semi permanen oleh seorang bangsa Belanda bernama Tersana pada tahun 1921. Rumah tersebut dibeli oleh keluarga Van Ost Dome yang merupakan bangsa Belanda pada tahun 1930-1935 dan dirombak lagi menjadi rumah tinggal seperti sekarang. Seorang bangsa Belanda lain, Heiker menyewa rumah tersebut pada tahun 1935-1946 untuk dijadikan Hotel bernama Rus Toord.
Namun, saat Jepang masih menjajah Indonesia, hotel tersebut mengalami perubahan terhadap namanya menjadi Hotel Hokay Ryokan. Setelah Jepang kalah dan Indonesia menjajaki kemerdekaannya pada tahun 1945, Hotel Hokay Ryokan diubah namanya menjadi Hotel Merdeka. Karena sebelumnya museum ini lebih sering dimanfaatkan sebagai hotel, kebanyak interior serta pembagian ruangan di museum ini menyerupai bangunan hotel.
Ini lah yang menjadi salah satu daya tarik dari Museum Perundingan Linggarjati. Berdasarkan nama museum ini, di Hotel Merdeka terjadilah perundingan Linggarjati yang menjadi salah satu peristiwa paling bersejarah di Indonesia.
Dalam perundingan tersebut, perwakilan dari pemerintah Indonesia dan Belanda dipertemukan. Perwakilan dari Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir bersama beberapa anggota, yaitu Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani dan Mr. Ali Boediardjo. Sedangkan perwakilan dari Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn bersama para anggotanya, yaitu Max Van Poll, F. de Boer dan H.J. Van Mook. Pertemuan tersebut merupakan salah satu upaya diplomatik untuk memperjuangkan wilayah persatuan Indonesia dari penjajahan.
Hasil perundingan ini lalu menghasilkan naskah pesetujuan Linggarjati atau lebih dikenal dengan Perjanjian Linggarjati yang disepakati di Jakarta pada 15 November 1946. Selanjutnya, bangunan yang merupakan hotel beralih fungsi menjadi markas Belanda pada tahun 1948-1950 setelah Agresi Militer Tentara II Belanda. Lalu, pada tahun 1950-1975, bangunan ini juga dimanfaatkan sebagai Sekolah Dasar Negeri Linggarjati. Dan di tahun 1976, pemerintah menyerahkan gedung ini kepada Departemen Penidikan dan Kebudayaan untuk dijadikan museum memorial.
Napak Tilas dan Keindahan
Di Museum Perundingan Linggarjati, pengunjung akan disuguhkan seperti dibawa ke dalam napak tilas diplomatik para pendiri bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Meja perundingan, berbagai dokumentasi berupa foto, diorama, benda-benda peninggalan lainnya, hingga hasil naskah perjanjian Linggarjati bisa disaksikan dari dekat di museum ini.
Menariknya, museum ini juga memberikan perasaan tenang dan damai karena di bagian belakang gedung terdapat halaman yang luas dihiasi dengan pepohonan yang indah dan rindang serta udara yang sejuk. Pada area ini juga terdapat monumen yang bertuliskan isi pokok hasil perundingan.
Selain itu, di bagian atas monumen terdapat batu hitam dengan ukiran lima pilar masyarakat Indonesia. Dimana kelima pilar tersebut terdiri dari tentara, petani, wanita, pemuka agama, dan pemuda yang saling berangkulan yang memiliki arti sebagai wujud kekuatan utama bangsa Indonesia yang teguh membela kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi.
Untuk sampai ke Museum Perundingan Linggarjati, Anda bisa melewati rute jalan raya Kuningan menuju Linggarjati. Saat sampai di pertigaan Cilimus, Anda dapat mengambil rute ke kanan dan lurus terus sampai menemukan pintu gerbang Gedung Linggarjati. Untuk waktu tempuh, dari Kota Cirebon sekitar 45-60 menit hingga tiba di museum tersebut.
Sedangkan untuk masuk ke bangunan bersejarah tersebut masih terbilang murah dan terjangkau yaitu Rp 5.000 bagi anak-anak dan Rp 10.000 bagi orang dewasa. Untuk waktu kunjungan, Museum Perundingan Linggarjati buka setiap hari dari pukul 07.30-17.00.
Jadi, kapan lagi bisa menikmati keindahan alam sekaligus belajar sejarah? Berangkaaat…
Balas
View Comments